ASPEK HUKUM DALAM INVESTASI EFEK BERSIFAT UTANG
- Divisi Riset Atma Jaya Business Law Society
- Jul 30, 2020
- 3 min read

Hingga saat ini, investasi diyakini ikut andil dalam mendongkrak pembangunan ekonomi di Indonesia. Investasi juga merupakan komponen yang vital dalam perekonomian Indonesia dimana memiliki hubungan positif dengan Produk Domestik Bruto (“PDB”) atau Gross Domestic Product (“GDP”), jika investasi naik, maka PDB akan naik, begitu pula sebaliknya jika investasi turun maka PDB akan turun. Investasi tentu juga memacu partisipasi masyarakat dalam pertumbuhan perekonomian bangsa Indonesia, ketika pengusaha atau individu atau pemerintah melakukan investasi, maka aka nada sejumlah modal yang ditanam, ada sejumlah pembelian barang modal yang tidak dikonsumsi, tetapi digunakan untuk produksi, sehingga memacu produktivitas untuk menghasilkan barang dan jasa.[1] Kini, investasi banyak diminati oleh masyarakat karena dapat menghasilkan imbal hasil yang besar dengan menanamkan sumber daya atau modal yang dimiliki. Di Indonesia, investasi memiliki banyak jenis serta keuntungan masing-masing jenis investasi yang diminati oleh masyarakat, salah satunya adalah investasi obligasi.
Efek bersifat utang atau obligasi merupakan surat bukti pengakuan utang, yang dapat dikeluarkan oleh pemerintah dan atau oleh perusahaan, dengan jangka waktu sekurang-kurangnya satu tahun. [2] Pengertian atas obligasi berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (“KBBI”) mempunyai pemahaman yang sama dengan arti utang, yaitu uang yang dipinjam dari orang lain atau kewajiban membayar kembali apa yang sudah diterima.[3] Obligasi juga dapat didefinisikan sebagai utang jangka panjang yang akan dibayar kembali pada saat jatuh tempo dengan bunga yang tetap ada. Pada umumnya, di Indonesia biasanya jenis investasi ini mempunyai jangka waktu dari 1 hingga 10 Tahun.
Dalam investasi obligasi, terdapat hak dan kewajiban antara emiten (perusahaan yang menerbitkan obligasi) dan pembeli obligasi atau pemegang efek bersifat utang. Emiten berkedudukan sebagai peminjam atau debitur sementara pemegang efek bersifat utang berkedudukan sebagai pemberi pinjaman atau kreditur. Emiten wajib untuk membayar bunga pinjaman sebagaimana tertera dalam kupon yang telah dibeli oleh pemegang efek bersifat utang. Pembayaran bunga tersebut dilakukan secara berkala hingga jatuh tempo sudah habis, dimana pada saat jatuh tempo habis, maka emiten sebagai debitur wajib untuk mengembalikan pokok pinjaman yang sudah diberikan kepada pemegang efek bersifat utang. Dalam pembelian obligasi, sangatlah penting dengan adanya surat pernyataan utang sebagaimana tercantum dalam prospektus yang dibuat oleh emiten sebagai dasar hak berpiutang bagi pemegang efek bersifat utang yang dibuat dan diserahkan kepada Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana diatur dalam Pasal 6 jo Pasal 16 Peraturan Otoritas Jasa keuangan (“POJK”) Nomor 9/POJK.04/2017 Tentang Bentuk dan Isi Prospektus dan Prospektus Ringkas Dalam Rangka Penawaran Umum Efek Bersifat Utang. [4]Dalam rangka untuk menjamin kepastian hukum para pemegang efek bersifat utang, pernyataan utang dibuat dalam bentuk notarial atau disebut grosse akta pernyataan utang yang dibuat dihadapan Notaris sebagaimana diatur dalam Pasal 224 HIR/Pasal 258 RBg yang mengatur bahwa surat utang diperkuat dihadapan Notaris dan yang kepalanya memakai perkataan “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” berkekuatan sama dengan putusan hakim. Artinya, surat pernyataan utang yang dibuat dihadapan notaris dengan frasa “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” memiliki kekuatan eksekutorial apabila Debitur atau Emiten (pihak yang menerbitkan obligasi atau memiliki utang terhadap kreditur sebagai pembeli obligasi) tidak melaksanakan pembayaran utang, dan pemegang efek bersifat utang/obligasi memiliki hak untuk menuntut piutangnya. [5]Dalam aspek kepastian hukumnya, dapat dilihat bahwa pernyataan utang yang dibuat secara notarial untuk menjamin dan melindungi hak-hak para pemegang efek bersifat utang/obligasi dalam kaitannya dengan investasi obligasi di Indonesia.
[1] https://www.setneg.go.id/baca/index/investasi_dan_indonesia_maju --------------- akses tanggal 28 Juli 2020.
[2] H.M.N. Purwosutjipto, 1987. Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jakarta:Penerbit Djambatan, hlm. 203
[3] https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/utang---------akses tanggal 28 Juli 2020.
[4] Andika Wijaya, Wida Peace Ananta, 2018. IPO, Right Issue, dan Obligasi, Cetakan Pertama, Jakarta:Sinar Grafika, hlm. 168-169.
[5] Vide Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (disingkat UU Jabatan Notaris).