top of page
Search

Pembuktian Yang Sederhana Dalam Pembuktian Perkara Kepailitan

  • Aditya Rachman, Andi Deni Herwin, Mazmur Simamora
  • Mar 23, 2018
  • 3 min read

Pembuktian yang sederhana dalam Pembuktian Perkara Kepailitan

Dalam penyelesaian suatu kasus kepailitan, dianut suatu asas Pembuktian Sederhana. Pembuktian sederhana mengenai eksistensi dari suatu utang debitor yang dimohonkan kepailitan yang telah jatuh tempo atau dengan kata lain eksistensi dari dua atau lebih kreditor dari debitor yang dimohonkan kepailitan adalah pembuktian sederhana dalam perkara kepailitan, pembuktian mengenai fakta adanya dua atau lebih kreditor serta ada utang telah jatuh tempo dan dapat di tagih yang tidak di bayar. Dalam kepailitan harus ada pembuktian sederhana sebagaimana yang terdapat di Pasal 8 ayat (4) UU Kepailitan sebagai berikut:

“Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) telah dipenuhi.”

Yang di maksud dalam Pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan adalah syarat kepailitan bahwa “Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya”.

Merujuk pada ketentuan tersebut, jelas bahwa yang harus dibuktikan secara sederhana adalah syarat kepailitan dalam Pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan, yaitu:

1. Ada dua atau lebih kreditor. Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang yang dapat ditagih di muka pengadilan."Kreditor" di sini mencakup baik kreditor konkuren, kreditor separatis maupun kreditor preferen.

2. Ada utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih yang tidak dibayar lunas oleh debitor. Artinya adalah ada kewajiban untuk membayar utang yang telah jatuh waktu, baik karena telah diperjanjikan, karena percepatan waktu penagihannya sebagaimana diperjanjikan, karena pengenaan sanksi atau denda oleh instansi yang berwenang, maupun karena putusan pengadilan, arbiter, atau majelis arbitrase

Jika kita mengambil contoh putusan Pengadilan Niaga Semarang 07/Pailit/2010/PN. Niaga. Smg., tanggal 12 Juli 2010

CV. Bengawan Solo (Termohon Pailit) merupakan suatu persekutuan perdata yang didirikan menurut dan berdasarkan UndangUndang Republik Indonesia, dengan Akta No. 20 pada tanggal 29 Juli 2008 dihadapan Notaris, Yang menyatakan pada intinya bahwa tuan Andy Budyono bertindak sebagai satau-satunya persero yang mengurus dan menanggung segalanya, dan tuan Adi Kristanto adalah sebagai persero komanditer yang tidak menanggung lebih dari jumlah saham Tuan Adi Kristanto adalah 0% dan Tuan Andy Budyono sebesar 100%.


H. Ibnu Abbas (Pemohon Pailit I) mempunyai piutang kepada CV. Bengawan Solo berdasarkan perjanjian Purschase Order, hal mana H. Ibnu Abbas sebagai rekanan (suplyer) dari CV. Bengawan Solo yang telah memperoleh bahan baku berupa pengiriman barang (kulit) yang dibutuhkan oleh CV. Bengawan Solo dari periode November 2003 sampai dengan Juli 2008 yang belum terbayarkan dan telah jatuh tempo.

Dalam Surat Pernyataannya tertanggal 3 April 2010, Termohon Pailit telah mengakui memiliki utang dan telah jatuh waktu kepada H. Ibnu Abbas. Selain kreditor H. Ibnu Abbas, diketahui bahwa CV. Bengawan Solo juga telah mempunyai utang dengan Bapak Rian Harianto sebesar Rp. 415.000.000,-(Empat ratus lima belas juta rupiah) dengan perhitungan perjanjian peminjaman uang tertanggal 25 Oktober 2009. Perhitungan utang sampai dengan pertanggal 30 April 2010 jumlah kewajiban pembayaran kembali atau utang CV. Bengawan Solo adalah 6 Utang pengiriman kulit periode tahun 2006 kepada H. Ibnu Abbas dan total Utang terhadap Rian Harianto. Selain mempunyai utang kepada H. Ibnu Abbas dan Rian Harianto juga mempunyai utang kepada Sonny, sehingga disini mengenai unsur memiliki dua kreditor atau lebih telah terpenuhi. Utang terhadap Pemohon Pailit I, dapat terbukti dengan adanya Surat Pernyataan Pengakuan Utang antara Pemohon Pailit I dengan Termohon Pailit Utang terhadap Pemohon pailit II, Utang dimaksudkan berdasarkan Perjanjian Peminjaman Uang tanggal 25 Oktober 2009 dibuat dan ditanda tangani oleh Pemohon Pailit II dan Termohon Pailit serta berdasarkan Pinjaman Utang secara lisan.

Bukti tersebut antara lain, terhadap Pemohon Pailit I bahwa adanya Surat Pernyataan Pengakuan Utang tertanggal 30 April 2010 yang merupakan bukti otentik yang kuat dan menyebabkan secara langsung Termohon Pailit telah mengakui utang-utangnya dan antara Termohon Pailit dengan Pemohon Pailit II Berdasarkan Perjanjian peminjaman uang tanggal 25 Oktober 2009 dibuat dan ditanda tangani oleh Pemohon Pailit II dan Termohon Pailit. Hal tersebut sesuai dengan syarat kedua Pasal 2 Ayat (1) UU Kepailitan tentang pembuktian sederhana dalam perkara kepailitan


Tujuan dari hukum kepailitan yaitu untuk kepentingan dunia usaha dalam menyelesaikan masalah utang-piutang secara adil, cepat, terbuka dan efektif. Dengan dianutnya asas Pembuktian Sederhana seharusnya salah satu tujuan dari hukum kepailitan yaitu cepat,adil dan efektif dapat tercapai.


Recent Posts

See All

تعليقات


Featured Posts
Recent Posts
Archive
Search By Tags
Follow Us
  • Facebook Basic Square
  • Twitter Basic Square
  • Google+ Basic Square

Atma Jaya Business Law Society

Fakultas Hukum Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya

Jl. Jend. Sudirman No.51, RT.5/RW.4, Kampus Semanggi

Jakarta 12930

E-mail : abls.uaj@gmail.com

bottom of page